Rabu, 14 Maret 2012
Pagiku
Ada yang berbeda pada Pagiku ...
Banyak mendung ...
Tak ada kehangatan mentari ...
Dan enggan menampilkan pelangi.
Aku merindukan Pagiku ...
Pagi yang selama ini selalu menyambutku
Mendampingiku ...
Dan bergulir seiring waktu menjadi Siang, Senja dan Malamku
Pagiku sedang kelabu
Mungkin karena banyaknya badai yang singgah
Mungkin karena banyaknya hujan yang turun
Mungkin karena banyaknya petir yang menyambar
Membuat Pagiku kelabu dan enggan memancarkan segala
kehangatan dan keindahannya.
Aku tahu,Pagi itu bukan hanya milikku
Pagiku, juga milik banyak orang
Pagiku, juga menjadi pagi bagi bayak orang
Pagiku, juga menjadi harapan bagi banyak orang
Aku tidak menuntut Pagi hanya menjadi milikku
Aku tidak menuntut Pagi harus selalu ada bagiku
Aku tidak menuntut Pagi hanya memandangku
Aku tidak menuntut apa-apa dari Pagiku
Hanya saja ...
Bolehkah aku berharap, Pagi selalu tersenyum padaku
dengan segala kehangatannya ...
dengan segala warna indahnya ...
dengan segala keceriaannya ...
dan dengan segala cintanya ...
Bolehkah aku berharap, Pagi mau sedikit berbagi denganku
Semua mendung yang menggelayutinya ...
Semua badai yang menghampirinya ...
Semua hujan yang mengguyurnya ...
Semua petir yang menggelegar ...
Walau ...
Aku tak mungkin mampu menghilangkan mendung
Aku tak mungkin mampu menghalau badai
Aku tak mungkin mampu menghentikan hujan
Aku tak mungkin mampu meredam gemuruh petir
Namun ....
Aku mampu menghangatkan Pagi
Aku mampu menceriakan Pagi
Aku mampu mewarnai Pagi
dengan segala cinta yang aku miliki
Dan aku akan melakukan segalanya
Untuk mengembalikan Pagiku, kembali seperti semula
Aku akan melakukan segalanya
Untuk membuat Pagiku kembali hangat dan ceria
Karena, aku sangat membutuhkan Pagi
Untuk secercah senyum Pagiku, disaat aku mengganti "menu sarapan"mu
140312
Sabtu, 10 Maret 2012
Chapter 9
Tanganku membalik halaman bukuku.
Chapter 9
Sejenak aku tertegun dan menghitung waktu.
Benarkah sudah memasuki Chapter 9?
Tak terasa ...
Ada rasa takjub ...
Ada rasa rasa tak percaya ...
Ada rasa haru dan bahagia ...
Namun lebih banyak rasa syukur ...
Syukur bahwa kisah ini,
masih dapat terus kutuliskan ...
Syukur bahwa perjalanan ini,
masih terus kulanjutkan ...
Serasa baru kemarin ...
Aku memberanikan diri membuka sebuah buku
Buku yang baru ...
Serasa baru kemarin ...
Aku menutup buku usangku
dan meletakkannya di sudut hatiku
tanpa mau membukanya kembali.
Hari demi hari berjalan begitu cepat ...
Jemariku lancar menorehkan kisah indah
dalam buku baruku
Tanpa lelah dan jemu
Karena bahagia dan tawa adalah bahasa
dalam kisah baruku
Karena cinta dan kasih adalah warna tinta
yang kugoreskan di buku baruku
Kadang memang ...
Jemariku sedikit tesendat
Seakan tak mampu menulis
Namun itu hanya sesaat ...
Saat aku sedikit tidak memahami bahasanya
Saat aku sedikit tidak memahami warna tintanya
Namun itu hanya sesaat ...
Karena keinginanku kuat untuk terus menulis
Untuk terus menggoreskan tinta indah
Untuk melengkapi kisah bahagia ini
Kisah ini begitu menakjubkan ...
Aku ingin membagikannya kepada setiap orang
Yang bisa mengerti arti tulusnya cinta
Yang bisa menghargai kasih dalam kesederhanaan
Yang bisa memandang indahnya sebuah perbedaan
Tetapi ...
Tidak kepada mereka yang selalu memalingkan muka
Tidak kepada mereka yang selalu memandang sinis
Tidak kepada mereka yang selalu berburuk sangka
selama perjalananku menuliskan buku ini
Apapun yang kualami selama aku menulis bukuku
Apapun yang menghambat saat jemariku menorehkan tinta
Jangan kausimpulkan sebagai akhir dari kisah ini
Karena ....
Dari awal aku yakin
Dari awal aku percaya
Bahwa kisah yang sedang aku tulis ini
Adalah sebuah kisah yang indah
Sebuah kisah yang layak kubagikan kepada setiap orang
Sebuah kisah yang berakhir bahagia
Bukuku semakin lengkap
Kisahku semakin menarik
Ceritaku semakin beragam
Bahagiaku semakin terasa
Saat jemariku mulai menorehkan kisah
di Chapter 9
Banyak nama mulai kugoreskan
Banyak cinta mulai kutorehkan
Banyak pengetahuan mulai kutuliskan
Banyak bahagia mulai kulukiskan
di Chapter 9
Chapter 9
Tanpa terasa telah mengubahku
Tanpa terasa mulai mendewasakanku
Tanpa terasa mulai mengarahkan hidupku
Tanpa terasa mulai menghapus luka-lukaku
Penuh semangat kugoreskan tinta
Penuh harapan kutuliskan kata demi kata
Penuh doa kurangkaikan kisah
di Chapter 9 pada buku baruku
Karena aku yakin akan suatu akhir bahagia
dari kisah indahku.
Untukmu, yang menuliskan buku ini bersamaku
100312
Jumat, 09 Maret 2012
Aku Sedih untuk Hatimu
Sesuatu yang tak asing tergeletak sendiri ...
Di tengah hamparan pasir panas ...
Di tengah teriknya sengatan matahari ...
Di tengah hembusan angin kencang ...
Itu sebuah hati!
Penuh tanya kuhampiri hati itu.
Kudekati ...
Terasa tidak asing ...
Kupandangi dengan seksama ...
Aku merasa mengenalnya.
Hati itu begitu menderita.
Panas, kering dan hampa.
Sendiri di tengah hamparan pasir yang kejam menyiksanya.
Aku mendekatinya
Mencoba mengenalinya
Terkejut ketika aku akhirnya tersadar ...
Itu adalah hatimu!
Terlintas kembali semua perkataanmu
Terlintas kembali semua tingkah lakumu
Terlintas kembali semua usahamu
Semua ...
Semua yang kau lakukan untuk merampas bahagiaku,
dan menghapus tawa dari hari-hariku.
Bagai sebuah film semuanya melintas di benakku
Bagai sebilah belati menyayat hatiku di setiap ingatan itu
Bagai cambuk yang menghentakku di setiap rekaman perkataanmu
Bagai pulukan yang menghujam ulu hatiku saat kuingat
semua perlakuanmu
Teringat kembali betapa kau berdiri begitu tinggi ...
sementara aku terpuruk menangis dan hancur
Teringat kembali betapa kau begitu kuat ...
sementara aku lemah tak berdaya karena terluka
Serasa tak percaya kupandangi hatimu.
Tergeletak sendiri ...
Merasa panas dan kering ...
Masih kupandangi hatimu.
Kulihat dengan seksama
Namun pandanganku tak dapat jelas memandangnya.
Lalu kucoba menanggalkan semua rasa benci akan dirimu
Kucoba melihatnya dengan rasa yang lain,
dengan cinta dan kasih
Dan perlahan, pandanganku mulai jelas
Aku tersentak akan apa yang kulihat ...
Hatimu menangis!
Hatimu tidak bahagia ...
Hatimu hampa ...
Hatimu lelah berpura-pura ...
Hatimu menginginkan cinta ...
Karena itukah kau membenciku?
Karena itukah kau begitu ingin melihatku hancur?
Karena itukah kau tak sanggup mendengar tawaku?
Karena itukah kau berusaha keras menyakitiku?
Aku sedih untuk hatimu ...
Ternyata hatimu begitu menderita ...
Ternyata hatimu begitu kering dan kesepian ...
Aku sedih untuk hatimu ...
Karena kau tak bisa membuat hatimu merasakan bahagia.
Karena kau tidak bisa membuat hatimu merasakan cinta.
Karena kau memaksa hatimu ...
Karena kau terlalu banyak memasukkan kebencian dalam hatimu.
Aku sedih untuk hatimu ...
Yang begitu kering dan panas ...
Yang begitu hampa ...
Yang memiliki banyak luka ...
Aku sedih untuk hatimu ...
Melebihi segala kesedihan akibat perbuatanmu padaku
Melebihi segala kesedihan akibat perkataanmu padaku
Melebihi segala kesedihan akibat upayamu merampas bahagiaku
Aku sangat sedih untuk hatimu.
Berhentilah berpura-pura ...
Jujurlah ...
Sebelum hatimu benar-benar hancur,
dan tak dapat kau satukan lagi.
Berhentilah berpura-pura ...
Kasihanilah hatimu.
090312
Hati Seorang Ibu
Pernahkah mengukur luasnya samudra?
Betapa luasnya ....
Namun, samudra tetaplah bertepi.
Pernahkah mengukur dalamnya lautan?
Betapa dalamnya ...
Namun, lautan tetaplah berdasar.
Pernahkah mengukur luasnya cakrawala?
Terbetang luas ...
Melebihi segala samudra yang bernaung di bawahnya.
Namun, cakrawala tetap berbatas.
Terbayangkah luasnya hati seorang Ibu?
Begitu luas ...
Menghampar tanpa ujung ...
dan tak berbataskan apapun.
Begitu dalam ...
Tanpa bisa dicapai dasarnya.
Karena ...
Hati seorang Ibu hanya tahu satu hal :
Mencintai tanpa mengharap kembali.
Hati seorang ibu hanya yakin satu hal:
Bahagianya adalah dengan melihat
bahagia orang-orang tercintanya.
Hati seorang ibu adalah permata bagi setiap doa
yang tak pernah lelah terucap dari bibirnya.
Doa bagi semua yang dicintainya.
Doa bagi segala kebaahagiaan orang-orang tercintanya,
melebihi bahagianya sendiri.
Hati seorang Ibu ...
Terluka namun tetap setia ...
Tersakiti namun selalu mampu memaafkan ...
Tersiksa namun tetap tekun berdoa ...
Hati seorang Ibu ...
Selalu ada untuk orang lain, selain dirinya.
Happy Belated Birthday, Mom.
010312
Betapa luasnya ....
Namun, samudra tetaplah bertepi.
Pernahkah mengukur dalamnya lautan?
Betapa dalamnya ...
Namun, lautan tetaplah berdasar.
Pernahkah mengukur luasnya cakrawala?
Terbetang luas ...
Melebihi segala samudra yang bernaung di bawahnya.
Namun, cakrawala tetap berbatas.
Terbayangkah luasnya hati seorang Ibu?
Begitu luas ...
Menghampar tanpa ujung ...
dan tak berbataskan apapun.
Begitu dalam ...
Tanpa bisa dicapai dasarnya.
Karena ...
Hati seorang Ibu hanya tahu satu hal :
Mencintai tanpa mengharap kembali.
Hati seorang ibu hanya yakin satu hal:
Bahagianya adalah dengan melihat
bahagia orang-orang tercintanya.
Hati seorang ibu adalah permata bagi setiap doa
yang tak pernah lelah terucap dari bibirnya.
Doa bagi semua yang dicintainya.
Doa bagi segala kebaahagiaan orang-orang tercintanya,
melebihi bahagianya sendiri.
Hati seorang Ibu ...
Terluka namun tetap setia ...
Tersakiti namun selalu mampu memaafkan ...
Tersiksa namun tetap tekun berdoa ...
Hati seorang Ibu ...
Selalu ada untuk orang lain, selain dirinya.
Happy Belated Birthday, Mom.
010312
Langitku
Langit ...
Tempat yang luas dan tanpa terbatas
Tempat dimana awan lembut berkejaran
Tempat dimana pelangi sesekali singgah
Tempat dimana rinai lembut hujan berasal
Aku suka menatap langit.
Karena banyak hal indah tersirat padanya.
Karena luas dan tak terbatas,
seolah mampu menampung segalanya.
Segala tawa, cinta, harapan, bahkan gundah, gelisah dan air mata.
Langit ...
Selalu apa adanya
Selalu berbeda setiap hari
Selalu tak bisa ditebak
dan yang pasti, langit tidak dapat menampilkan kepalsuan
Langit selalu tulus.
Aku sangat beruntung.
Aku memiliki Langit sempurna yang menaungi dunia kecil milikku.
Aku memiliki Langit yang selalu menjagaku
Aku memiliki Langit yang selalu dapat menikmati canda tawaku
Aku memiliki Langit yang selalu dapat menghapus semua air mataku
Aku memiliki Langit yang dapat menangis atau tertawa bersamaku.
Karena itulah ...
Banyak keindahan dapat dilihat pada Langitku:
Cerahnya cahaya matahari ...
Birunya yang bening ...
Pelangi ...
Awan putih lembut ...
Atau bahkan mendung dan rinai hujan.
Langitku hanya milikku.
Karena Langitku mencintai aku dengan segala yang ada padaku ...
Mencintai aku dengan seluruh nafas hidupnya ...
Langitku berusaha menaungi dunia kecil milikku dengan sempurna.
Menjadikannya indah.
Langitku bukan milikmu.
Jadi biarlah dia mencintaiku dengan caranya.
Jangan kau sakiti Langitku ...
hanya karena dia menjadikan duniaku indah.
Jangan kau sakiti Langitku ...
hanya karena kau tak memilikinya.
Jangan kau sakiti Langitku ...
hanya karena kau benci melihatku bahagia dan penuh cinta.
Mungkin menurutmu,
Langitku tidak sempurna.
Tapi percayalah, aku tidak perduli dengan semua pendapatmu itu.
Karena aku bukan dirimu ...
Sempurnamu bukan sempurnaku.
Aku bahagia dengan Langit dan dunia kecilku.
Kalau kau bisa ikut menikmati bahagiaku,
maka kau akan bisa ikut melihat sempurnanya Langitku.
Kalau kau bisa ikut menikmati cinta yang kurasakan,
maka kau akan bisa melihat indahnya Langitku.
Kalau kau bisa ikut menikmati tawaku,
maka kau akan bisa melihat indahnya pelangi yang dihadirkan Langitku.
Namun bila tidak ...
Jangan salahkan Langitku.
Karena ...
Dia hanya ingin mendengar gelak tawaku,
bukan gelak tawamu.
Dia hanya ingin menatap kilau bahagia di mataku,
bukan di matamu.
Dia hanya ingin merasakan hangat cintaku,
bukan cintamu.
Buat langitku, bahagiaku adalah tujuannya,
bukan bahagiamu.
Biarkanlah aku dengan langitku.
Palingkan saja wajahmu, bila tak sanggup menatap
sempurnanya dunia kecil dan Langitku.
Berhentilah manyakiti Langitku,
Berhentilah berpura-pura,
Dan bukalah hatimu ...
Agar kau juga dapat menikmati indahnya cinta,
yang benar-benar sederhana, tulus dan apa adanya ...
seperti yang selalu dihadirkan Langitku buat dunia kecilku.
Aku bahagia dengan Langitku.
Jadi biarkanlah ...
Untukmu, Langitku.
100312
Langganan:
Postingan (Atom)