Selasa, 31 Januari 2012

Lilin


Senja seolah turun di jalanku, lebih cepat dari yang seharusnya.
Baru sejenak kurasakan pagi dan siang, yang cerah dan penuh warna,
warna dan harum bunga yang kutanam bersamamu.
Namun sekarang terasa remang-remang.
Senja yang datang terlalu cepatkah ini?
Atau hanya awan mendung yang sekejap menggelapkan jalan kita?

Segera kucari cahaya ...
Karena keremangan ini menakutkanku.
Karena keremangan ini membuatku tertinggal dari langkahmu.
Karena keremangan ini membuatku tak dapat menikmati
indahnya warna bunga yang kutanam bersamamu,
... di jalan kita.

Lalu aku teringat akan lilin kita.
Lilin yang kunyalakan belum lama bersamamu.
Lilin yang selalu menghangatkanku, saat dingin dan gelap menyapa.
Kuambil dan kupegang lilin kita dengan kedua belah tanganku.
Mengangkatnya cukup tinggi agar bisa menerangi jalan kita.

Keremangan itu perlahan mulai sirna,
walau belum menjelma menjadi terang.
Akupun dapat melanjutkan langkahku, menyusul dan mengimbangi langkahmu.
Namun mengapa rasanya berbeda?
Mataku dapat melihat, kakiku dapat melanjutkan langkah.
Namun mengapa terasa dingin?

Kuturunkan sejenak lilin kita.
Kupandangi dan aku tahu apa sebabnya.
Apinya mengecil ...
Apinya bergoyang nyaris padam karena hembusan angin.
Aku segera melindungi nyala api itu dengan tanganku.
Namun, aku hanya mampu menggunakan sebelah tanganku,
untuk melindungi api itu agar tidak padam.
Karena aku harus memegang lilin itu dengan tanganku yang lainnya,
agar aku terus dapat berjalan, mengejar dan mengimbangi langkahmu.
Kalau aku menggunakan kedua tanganku ...
Maka aku karus meletakkan lilin kita, dan berhenti melangkah.
Dan aku akan tertinggal olehmu ...

Aku ingin berteriak memanggil namamu, yang masih terus melangkah.
Hentikanlah sejenak langkahmu, dan palingkanlah wajahmu.
Berbaliklah menghampiriku ...
Aku memerlukanmu ...
Aku memerlukan sebelah tanganmu,
untuk melindungi nyala api kita.
Aku memerlukan sebelah tanganmu,
untuk menghalangi angin meniup nyala api kita.
Aku memelukan sebelah tanganmu,
untuk membuat nyala api kita kembali besar.

Berjalanlan berdampingan denganku ...
Bantulah aku menjaga nyala lilin kita.
Sampai keremangan ini berlalu ...
Sampai terang kembali datang ...

Aku tahu, dalam keremangan ini ...
Kita harus berjalan lebih lambat dari sebelumnya.
Kita harus berhati-hati melangkahkan kaki di jalan kita.
Kita harus lebih bersabar melalui jalan ini.
Namun ...
Aku percaya,
saat keremangan tergantikan oleh terang ...
Kita akan kembali dapat berlari dan bergembira bersama,
seperti yang sudah kita lakukan.

Karena itu ...
Berikanlah sebelah tanganmu, bantulah aku menjaga lilin kita.
Agar jangan hembusan angin ini memadamkannya.
Temani langkahku melewati keremangan ini.
Aku berharap ...
Keremangan ini hanya sesaat, dan segera berganti dengan terang.
Karena aku sudah tak sabar ...
Ingin segera berlarian penuh canda tawa bersamamu,
... di jalan kita.

310112

Minggu, 29 Januari 2012

Selamat Ulang Tahun, Sayang

Selamat Ulang Tahun, Sayang....
Hari ini, tepat lima tahun usiamu. Saat kubuka mata pagi ini dan menatapmu yang masih terlelap, aku benar-benar tak percaya. Seolah baru kemarin aku mendekapmu di dadaku untuk pertama kalinya setelah penantian panjangku. Seolah baru kemarin aku membelai kaki dan tangan mungilmu. Seolah baru kemarin aku mendengar tangismu memecah keheningan senja itu.

Selamat Ulang Tahun, Sayang ...
Kau sudah berubah menjadi gadis kecil, Sayangku. Dan kau begitu cantik. Setiap kali menatap wajahmu, aku tak pernah berhenti bersyukur. Karena Tuhan telah mempercayakanmu dalam hidupku.
Tak pernah aku berhenti bersyukur, karena Tuhan telah menghadirkan keajaiban dalam hidupku. Keajaiban yang hadir melalui dirimu.
Tak pernah aku berhenti bersyukur, karena kau merupakan pribadi yang ceria. Yang selalu menghadirkan tawa ceria dan canda dalam hari-hariku.
Tak pernah aku berhenti bersyukur, karena kau telah menjadi alasanku untuk bertahan dan selalu tersenyum, menjalani hari-hari kita.

Selamat Ulang Tahun, Sayang ...
Lima tahun waktu yang telah kita lewatkan berdua. Banyak canda, tawa dan air mata mengiringinya.
Banyak hal telah kau ajarkan padaku, tentang bagaimana menjadi seorang wanita dewasa, tanpa kau sadar.
Banyak tawa telah kau berikan untuk melengkapi hari-hari kita. Banyak canda telah kau hadirkan mengiringi langkah kaki kita.

Keluguan dan kelucuanmu seolah tak pernah habis. Seolah ingin kau tunjukkan pada semua, betapa indah duniamu. Seolah ingin kau tunjukkan kepada semua, betapa bahagianya hari-harimu.
Begitulah aku ingin selalu melihatmu. bahagia dan ceria menjalani hidupmu. Tak pernah sekalipun aku ingin melihat air matamu. Tak ingin sekalipun aku ingin melihat gurat kesedihan di matamu.

Selamat Ulang Tahun, Sayang ...
Maafkan aku, karena aku bukanlah orang tua yang sempurna bagimu. Namun percayalah, aku berusaha sekuatku, agar selalu bisa membahagiakanmu. Agar aku selalu dapat mendengar derai tawamu. Agar aku bisa menatap kerling bahagia di matamu. Agar kelak dapat kaubagikan cerita indah, mengenai masa kanak-kanakmu.

Selamat Ulang Tahun Sayang ...
Aku hanya bisa berdoa, agar kau selalu sehat, bahagia dan terberkati dalam lindungan-Nya.
Selamat Ulang Tahun Sayang ...
Berusahalah untuk selalu menjadi kebanggaan bagi orang-orang yang menyayangimu.
Selamat Ulang Tahun Sayang ...
Selalu berjalanlah di jalan yang diberkati Tuhan, agar mulia hidupmu.
Selamat Ulang Tahun Sayang ...

Dariku yang sangat mencintaimu.
290112

Sabtu, 28 Januari 2012

Layang Layang


Aku menerbangkan sebuah layang-layang,
namun aku belum tahu bagaimana caranya ...
Karenanya saat angin besar datang, aku tak mampu
mengendalikan benang layang-layangku.
Hingga benang itu menggoreskan luka yang dalam di telapak tanganku.
Rasa sakit yang menyengat serta darah yang mengalir,
membuatku melepaskan peganganku,
dan membuatku kehilangan layang-layangku.

Aku hampir tak pernah lagi menyentuh layang-layang,
apalagi mencoba menerbangkannya.
Luka di tanganku belum sembuh benar.
Hanya mengering di permukaannya,
namun masih pedih dan berdarah di dalam.
Aku masih belum mampu melupakan rasa sakitnya.

Namun ...
Segalanya berubah.
Hari itu, saat aku berada di suatu pantai,
hembusan angin dan lembutnya pasir hangat di telapak kakiku,
membuatku tiba-tiba rindu dan ingin menerbangkan layang-layang.
Mencoba lagi ...

Kini aku sedang menerbangkan layang-layang ...
Layang-layang yang indah dan penuh warna.
Kali ini aku tarik dan ulur benangnya,
seirama angin sepoi yang menyapa.
Kali ini aku pegang erat gulungan benangnya,
sambil mengikuti arah angin yang berhembus.
Kali ini, aku belajar menjaganya ...
Agar tak perlu lagi tanganku terluka ...
Agar tak perlu lagi aku kehilangan layang-layangku.

Namun ada saatnya cuaca sedang tak bersahabat ...
Angin kencang kerap berhembus.
Menarik dan mengulur benang,
jadi tak seringan sebelumnya ...
Memegang erat gulungan benang,
menjadi suatu hal yang sulit ...
Mengikuti arah terbang layang-layangku,
jadi tak semudah sebelumnya ...
Tanganku belum terluka, tapi sudah mulai terasa berat.
Sambil terus mempertahankan benang pengendali layang-layangku,
aku bertanya dalam hati, mengapa angin begitu tak bersahabat ...

Aku hanya ingin menerbangkan layang-layangku.
Hingga mencapai tempat yang cukup tinggi ...
Hingga keindahan warnanya dapat dinikmati oleh semua orang ...
Hingga liukannya dapat membuat orang tersenyum saat memandangnya ...
Aku tak ingin berhenti menerbangkannya.
Aku tidak ingin kehilangan layang-layangku.
Tidak sekarang ...

Lalu aku sadar ...
Mungkin aku memang harus menerbangkan layang-layang ini,
bersamamu ...
Mungkin memang aku harus mengakui,
aku tak mampu menerbangkannya seorang diri,
tanpa dirimu ...

Namun kadang aku ragu ...
Apakah ada sedikit waktumu untuk sejenak menemaniku
menerbangkan layang-layangku.
Sementara ...
Begitu banyak layang-layang lain yang harus kau jaga.
Layang-layang lain yang harus kau terbangkan.
Aku ingin tahu, tapi tak mampu kubertanya.
Aku takut ...

Baiklah ...
Mungkin aku tak akan memintamu menerbangkan layang-layangku.
Namun ...
Palingkanlah sejenak tatapanmu,
ke layang-layangku ...
Ajari aku, bagaimana aku menerbangkannya.
Ajari aku bagaimana menjaganya,
saat tanganmu tak bisa,
menarik dan mengulur benang layang-layangku.
Aku tidak memintamu untuk memegang benang layang-layangku ...
Hanya saja ...
Tetap tinggallah di sisiku dan ajari aku.

Hingga saat layang-layangku mengudara,
dan meliuk dengan indahnya ...
Kau ada di sisiku, untuk menikmatinya.


280112

Rabu, 25 Januari 2012

Aku Takut, Temani Aku

Hujan kali ini begitu deras ...
Mendung bergelayut begitu tebal.
Petir dan guntur bersautan.
Angin berlari bagai mengamuk.
Gelap ...
Dingin ...
Dan aku takut.

Biasanya ...
Aku selalu menyukai hujan ...
Tapi kali ini berbeda.
Tak seperti biasanya, dimana aku selalu menikmatinya,
kali ini aku takut.
Aku takut sendirian dalam hujan.

Jalan di depanku tak terlihat ...
Tertutup derasnya rinai hujan.
Mataku tak bisa menatap ujung dari jalanku,
yang bagai tertutup tirai kelabu.
Lubang di jalanku pun tak terlihat ...
Semuanya rata tertutup air.

Aku takut.
Takut tersesat dalam derasnya rinai hujan.
Takut terperosok dalam lubang yang tak nampak.
Takut tak akan kunjung mencapai akhir dari jalanku.
Takut akan suara guntur yang begitu kerasnya.
Takut kalau angin akan menerbangkan semua yang ada padaku.
Aku takut ...

Temani aku ...
Melalui hujan kali ini.
Hujan yang terasa lebih deras dan menakutkan.
Temani aku ...
Agar aku bisa menggapai tanganmu,
saatku terperosok dalam lubang di jalanku.
Temani aku ...
Agar aku dapat meringkuk di pelukanmu,
saatku takut akan kerasnya suara guntur.
Temani aku ...
Agar aku dapat merasakan kedua tanganmu melindungiku,
saat seolah angin akan mampu membawaku serta.
Temani aku ...
Agar aku dapat bersandar di bahumu,
saatku lelah karena tak kunjung mencapai ujung jalanku.

Temani aku, dan berjalanlah bersamaku ...
Karena aku membutuhkanmu.


250112


Canting Batikku



Aku menatap kain batikku.
Separuh terlukis, belum selesai ...
Tapi cantingku terdiam di tempatnya,
tak mau bergerak.
Terdiam dan tak mau melanjutkan melukis.
Terdiam dan tak mau menyelesaikan apa yang telah dimulainya.

Tak seperti biasanya ....
Cantingku selalu bergerak lincah dan penuh semangat ...
Menorehkan lengkungan-lengkungan indah,
yang membentuk lukisan menakjubkan dalam kain batikku.
Walau kadang lengkungan yang ditorehkannya salah dan tidak tepat ...
Namun cantingku selalu mampu merubahnya menjadi lukisan yang lain ...
Lukisan yang sama indah maknanya.
Kini, entah kenapa ....
Cantingku tak mau bergerak.

Lalu aku teringat  ....
Dari awal aku melukis dengan canting di kain batikku ...
Beratus kali tetesan lilin panas melukai tanganku.
Panas menyengat dari lilin cair yang menetes di jariku.
Namun, tanganku selalu mampu kembali mengangkat cantingku,
melanjutkan melukis indahnya kain batikku.

Sekali lagi ...
Lilin panas menetes di tanganku.
Kali ini di kedua tanganku.
Hingga tak mampu tanganku saling membantu mengangkat cantingku.
Lukanya cukup lebar dan masih terasa perih.
Apakah ini yang membuatku terhenti menggoreskan cantingku?
Aku tidak tahu ...

Apakah kain batikku harus mengunggu?
Apakah kain batikku harus berhenti kulukis?
Apakah kain batikku akan aku lupakan?

Aku hanya tak mampu menggoreskan cantingku ...
Semuanya terasa buntu ...
Aku tidak tahu, lengkung macam apa yang akan aku goreskan.
Aku tidak bersemangat menggerakkan cantingku.
Karena rasa perih itu sangat mengangguku.
Karena luka di kedua tanganku.

Atau mungkin....
Aku memerlukan tangan lain, untuk membantuku mengangkat cantingku.
Mungkin aku memerlukan tangan lain,
untuk membimbingku kembali menggoreskan cantingku.
Perlahan namun pasti menuntunku,
agar cantingku dapat kembali bergerak lincah.

Atau mungkin ....
Aku memerlukan tangan lain,
bukan untuk membantuku melanjutkan melukis kain batikku.
Mungkin aku memerlukan tangan lain,
untuk sekedar sejenak mengambil dan meletakkan cantingku,
mengusap lembut tanganku,
serta merawatnya agar lukaku sembuh dan mengering.
Mungkin aku harus mengakui,
tak mampu lagi aku mengangkat cantingku seorang diri.


Aku tidak tahu ...
Aku hanya terdiam dan terpaku,
saat cantingku berhenti melukis di kain batikku.

250112

Surat Kepada Orang Tuaku


Selamat Ulang Tahun Pernikahan yang ke-44, Papi dan Mamiku tersayang ...

Hari ini, tepat 44  tahun usia pernikahan kalian. Pernikahan yang bahagia, walaupun tidak seromantis seperti apa yang dituliskan di novel-novel percintaan atau film-film drama. Pernikahan yang telah memberikanku masa-masa yang bahagia selama aku masih bersama kalian. Pernikahan yang memberikan makna lain tentang arti sebuah komitmen dan cinta sejati. Pernikahan yang nyata dan apa adanya.

Tumbuh dan berkembang dalam keluarga kita, membuatku banyak belajar mengenai arti keluarga dengan kejujuran, kehangatan, kasih sayang, rasa percaya, saling menghormati dan cinta sebagai landasannya. Yang menjadikanku selalu bersyukur bahwa aku terlahir sebagai buah pernikahan kalian yang indah.

Banyak hal telah kalian ajarkan kepadaku dan aku sungguh berterima kasih buat itu. Betapa kalian bekerja keras untuk memastikan kami, anak-anakmu selalu bahagia dan tersenyum. Betapa kalian berusaha sekuat tenaga untuk  membekali kami dengan nilai dan norma-norma kehidupan, agar kami menjadi manusia yang mulia. Karena kalian tahu, betapapun kalian menyayangi kami, akan tiba saatnya kami harus pergi dari dekapan kalian. Kalian ingin kami bisa menjalani hidup kami dengan benar. 

Seperti anakmu yang lain, aku juga telah menempuh perjalanan hidupku sendiri. Lepas dari hangat dan amannya dekapan kalian. Tapi aku tidak pernah merasakan adanya jarak diantara kita, karena aku yakin, kalian tetap mendekapku erat di dalam hati.

Banyak hal yang terjadi seiring perjalananku. Perjalanan menuju kebahagiaanku. Aku tahu kalian sangat memikirkanku, dan tak ingin aku menderita serta kehilangan senyumku. Aku juga tahu, setiap tetes air mataku, terasa bagaikan sayatan di hati kalian. Pedih.

Aku tidak ingin menyakiti kalian. Namun ketahuilah, bahwa dalam pembentukanku menjadi seorang pribadi yang dewasa, tak mungkin jalan yang aku lalui selalu akan mulus.
Aku perlu merasakan kecewa, agar aku bisa mensyukuri seriap rasa bahagia yang pernah hadir dalam hidupku.
Aku perlu merasakan sakit, agar aku tidak lupa akan rasa sehat yang sering aku rasa.
Aku perlu merasa kesepian, agar aku selalu menghargai setiap waktuku bersama-sama orang yang aku cinta.
Aku perlu semuanya itu ...

Kalian telah mengajariku banyak hal, dan aku percaya kalian masih terus mengajariku tanpa kenal lelah. Namun kini, saat aku jauh dari dekapan kalian, biarkanlah hidup yang mengajariku dengan caranya sendiri. Biarkanlah hidup mendewasakanku dengan jalannya. Hal itu tidak menyakitkan buatku, percayalah. Aku masih mampu bangkit lagi dan melanjutkan perjalanan hidupku. Kalian masih akan selalu melihat senyuman di wajahku.

Janganlah kalian terluka atas air mataku. Kadang aku memang tak dapat menahannya. Namun ini hanya sekedar pelampiasanku saat aku merasa lelah dan tak berdaya. Berikanlah aku sedikit waktu, dan setelah itu, aku pasti akan bangkit lagi melanjutkan perjalananku. Jangan kalian terbebani atas air mataku.

Aku sangat mencintai kalian, dan tidak pernah ingin menyakiti kalian. Karena dalam dekapan kalian, aku tidak pernah merasakan sakit.
Aku sangat mencintai kalian, dan selalu menginginkan yang terbaik bagi kalian. Walaupun kadang, aku tidak dapat memberikan yang terbaik buat kalian.
Aku sangat mencintai kalian, sekarang dan selamanya.

Selamat ulang tahun pernikahan, Papi dan Mamiku tersayang ....
250112

Jumat, 20 Januari 2012

Buku Usangku


Aku punya buku ...
Banyak cerita ada di dalamnya.
Aku ingin mengajakmu membacanya bersama ...
Hanya aku takut untuk memulainya.
Takut untuk mulai mengajakmu membacanya.

Karena ...

Buku ini aku tulis saat tak bersamamu.
Aku tulis dalam perjalananku yang telah lalu,
bersama orang-orang yang saat itu berjalan bersamaku.
Seringkali aku tuliskan buku ini,
diiringi derai air mata dan isak tangis.
Kadang juga sambil berbalut kebencian.
Walau kadang juga ada tawa dan bahagia.

Kadang aku ragu ...
Perlukah aku mengajakmu membacanya.
Perlukah aku membiarkanmu tahu semua lukaku.
Perlukah aku membuatmu ikut larut dalam kisahnya.

Namun senja itu,
tanpa sengaja kita membuka sampul bukuku.
Lalu perlahan kita membaca helai demi helai halamannya yang usang.
Hati-hati dan perlahan tanganmu membalikkan setiap lembarnya yang rapuh.
Perlahan dan pelan, kubacakan setiap kisahku.
Kadang ada senyuman menyertai suaraku ...
Kadang dengan susah payah kutahan jatuhnya air mataku ...
Kadang suaraku nyaris tak terdengar karena tercekatnya tenggorokanku ...

Aku ragu ....
Akankah kuteruskan membacakan kisah ini untukmu.
Aku takut ...
Kau mungkin berubah setelah kisah ini selesai kubaca.
Aku risau ...
Kau mungkin ikut terlarut di dalam kisah ini,
sepenggal kisah masa lalu.

Namun ...
Ketika aku melihat ke dalam mata teduhmu ...
Ketika aku merasakan hangatnya genggaman tanganmu ...
Ketika aku merasakan lembutnya belaianmu ...
Yang meyakinkanku bahwa kau tak akan berubah ...
Yang meyakinkanku bahwa semua itu hanya ketakutanku ...
Yang meyakinkanku untuk terus membacakannya ...
Aku memutuskan untuk terus membacanya.
Untuk membiarkanmu mendengar semua kisahnya.
Agar kelak tak ada luka di jalan kita.

Senja beranjak menjadi malam,
saat tanganmu dengan lembut menutup bukuku ...
Saat aku selesai mengucapkan kalimat terakhir dari kisahku.
Perlahan kau letakkan buku usang itu jauh di sudut hatiku.
Tidak kau buang, namun kau simpan di sudut yang aman.

Sekarang ...
Bersamamu aku membuka sebuah buku.
Buku yang baru, yang masih kosong.
Buku yang siap menerima segala torehan tinta.
Buku yang siap menerima segala tulisan yang kita rangkai,
menjadi sebuah kisah indah.


Buku usangku ...
Kisahnya tak mungkin aku hapuskan ...
Namun kisahnya juga tak mungkin kutuliskan lagi di buku baruku.
Buku usangku ...
Hanya akan aku jadikan sebuah pengingat,
agar aku tidak menuliskan kisah yang salah lagi,
di buku baruku, bersamamu ...


200112

Ah,Namanya Juga Anak-anak ....

Aku ingat, sering aku dengar kalimat itu " Ah, namanya juga anak-anak..." setiap kali aku, pada masa kanak-kanakku yang menakjubkan, melakukan kenakalan. Aku ingat, orang tuaku sering mengatakannya sambil tersenyum dan matanya penuh cinta.

Kalimat ini terdengar biasa saja, karena ini adalah kalimat yang sering kita dengar. Namun, bagi yang mengucapkan, apakah benar kalimat ini terucap dengan penuh keikhlasan? Apakah mengatakan kalimat ini dengan benar-benar memaklumi kenakalan yang baru saja terjadi, yang dilakukan anak-anak? Atau hanya sekedar basa-basi, namun di dalam hatinya masih terdapat segumpal perasaan kesal?

Menjadi orang tua, memang suatu hal yang indah dan manis. Namun juga merupakan hal yang sarat tanggung jawab. Tanggung jawab terhadap masa depan anak kita, dan tanggung jawab kita kepada Tuhan. Karena anak kita, adalah anugrah yang dititipkan Tuhan kepada kita. Titipan yang harus kita didik, rawat dan jaga dengan penuh kebahagiaan dan cinta. Titipan yang menceriakan hidup kita. Walaupun tak jarang, menjadi orang tua berarti juga mengorbankan perasaan dan kesenangan pribadi kita.

Anak, adalah suatu anugrah yang merubah hidup kita dalam sekejap. Dari kehidupan biasa, memasuki sebuah dunia yang menakjubkan, sebagai orang tua.
Anak, dalam pertumbuhannya selalu memberikan kita hal baru yang menakjubkan untuk dipelajari dan disyukuri. Mereka memperkaya wawasan kita melalui kelucuannya, kecerdasannya, keaktifannya, serta tak jarang pula, melalui kenakalannya. Mengajari kita secara tersamar, untuk menjadi suatu pribadi yang dewasa, menjadi orang tua dalam pengertian yang sebenarnya.

Anak, bukan simbol status ...

Anak, harus dicintai dengan tulus, bukan hanya sekedar sesuatu yang dimiliki, dipertahankan, dan dijaga ketat, demi menjaga gengsi dan harga diri.
Tanpa ketulusan mengasihi anak kita, bagaimanakah kita melalui malam-malam tanpa terlelap dan penuh ketegangan saat dia jatuh sakit?
Tanpa ketulusan mengasihi anak kita, bagaimanah kita merelakan waktu istirahat kita setelah bekerja untuk menemaninya bermain atau sekedar mendengarkan celoteh lucunya?
Tanpa ketulusan mengasihi anak kita, bagaimanakah kita bisa mendahulukan keinginan kita dan lebih mengutamakan apa yang mereka mau?

Menjadi orang tua, membutuhkan begitu banyak ketulusan dan pengorbanan. Namun hal ini terasa sangat ringan dan mudah dijalani, karena kita menjalaninya bersama suatu anugrah terbesar dari Tuhan : anak kita.
Betapa kehadiran mereka, mampu menyembuhkan segala letih dan lelah.
Mampu menghangatkan setiap sudut hati kita dengan suara manja dan tawa cerianya.
Mampu membuat kita tertawa dan lupa akan semua beban kita, saat kita tertawa bersama mereka.

Tahukah kamu, bahwa dibalik segala tingkah lakunya, anak-anak kita selalu memiliki satu keinginan kuat : membuat orang tuanya senang. Mereka berusaha sekuat tenaga, hanya untuk mendengar kita tertawa bahagia dan bangga atas usahanya. Mereka berusaha keras dengan logika kanak-kanak mereka, untuk menjadi yang terbaik di mata kita. Karena bagi mereka, kita adalah dunianya.

Karena itulah, tak ada salahnya kalau kita memaafkan ketidaksengajaan kenakalan yang mereka lakukan. Ingatlah bahwa mereka melakukannya tanpa sengaja dan semata-mata hanya karena ingin membuat kita terkesan. Karena itulah, kita harus berkata "Ah, namanya juga anak-anak ..." dengan penuh keikhlasan.

Karena bagi anak-anak, orang tua mereka adalah dunianya ...


20 Januari 2012, suatu pagi saat kamu mematahkan kalung kesayanganku ....

Rabu, 18 Januari 2012

Aku Tidak Menyukai Mereka


Aku hanya sangat tidak menyukai mereka ...
Yang dengan berbagai cara,
ingin membuatku tak pernah benar.
Yang selalu berusaha mencari celah,
untuk melihatku melakukan salah.
Yang dengan keahliannya, selalu mampu
meng-"ada"-kan kesalahan yang tak pernah ada.

Aku tidak membenci mereka.....
Belum.

Aku hanya sangat tidak menyukai mereka ...
Yang selalu menudingkan jemarinya ke arahku.
Yang selalu mencibirkan bibirnya ke mukaku.
yang selalu berperasangka buruk padaku.
Hingga semua yang kulakukan, salah adanya.

Aku tidak membenci mereka ....
Belum.

Aku hanya sangat tidak menyukai mereka
Karena mereka selalu mencoba
menghalangiku untuk bahagia
Karena mereka selalu mencoba
menghalangiku untuk sekedar tertawa
Karena mereka selalu meorehkan luka.

Aku tidak membenci mereka ...
Belum.

Walaupun ...
Tak pernah lelah mereka menyakitiku ...
Tak pernah lelah mereka merusak hariku ...
Tak pernah lelah mereka merampas tawaku ...
tak pernah lelah mereka membunuh rasa percaya diriku.

Aku tidak membenci mereka ...
Belum.

Dan semoga, aku tak perlu sampai
membenci mereka.

Karena kebencian,
hanya akan membuatku sama
... seperti mereka.

Aku hanya sangat tidak menyukai mereka ...
Dan akupun tak ingin berlama-lama ada di dekat mereka.


180112

Tertawa Bersamamu


Ada yang kunanti setiap hari ...
Saat sang waktu bergulir, menggantikan hari.
Saat sang surya menyapa bumi.
Aku menanti dengan tak sabar,
...untuk tertawa bersamamu.

Tertawa bersamamu,
menjadikan hariku indah.
Menjadikan segala yang kupandang terlihat sempurna ...
Menjadikan segala yang kudengar terasa merdu ...
Menjadikan segala yang kusentuh terasa lembut ...
Menjadikan setiap sudut hatiku terasa hangat ...

Tertawa bersamamu,
membuat segala masalahku terasa semu.
Membuat pedihku cepat memudar ...
Membuat tangisku cepat mengering ...
Membuat galauku cepat berlalu ...

Tertawa bersamamu,
bagaikan candu, tak pernah ku jemu.
Yang ingin kulakukan setiap hari ...
Yang ingin kudengar setiap waktu ...
Yang ingin kurengkuh dalam setiap helaan nafasku.

Karena itulah ...
Selalu dalam setiap doaku ...
Selalu dalam setiap pintaku ...
Aku memohon agar Tuhan juga mengijinkan,
agar aku dapat tertawa bersamamu ...
Selamanya, hingga habis masaku di dunia.

Karena ...
dengan tertawa bersamamu,
aku dapat menjalani sisa hidupku.
Karena ...
dengan tertawa bersamamu,
begitulah aku ingin mencapai akhir  dari hidupku.

Tertawa bersamamu ...
Hingga raga kita merenta ...
Hingga memutih semua rambut kita ...
Hingga Tuhan melihat, dan memanggil kita ke Surga,
untuk ikut tertawa bersama kita.

180112

Pelangi Kita



Menjalani hidup kita,
bagaikan melukiskan sebuah pelangi ...
Menyapukan satu warna tiap harinya,
melengkapi pelangi kita.

Kadang, warna yang kita sapukan
tak selalu warna ceria.
Ada warna kelam ...
Ada warna kelabu ...
Kadang putih, tak berwarna.

Namun justru itulah, yang membuat pelangi kita indah ...
Indah karena berbeda dari semua pelangi yang ada.
Namun warna apapun yang kita sapukan,
pada akhirnya selalu dapat kita nikmati bersama ...
Karena kita selalu menyapukan setiap warna,
penuh dengan cinta.

Pelangi kita ...
Tak hanya akan kita nikmati berdua
Namun memang kita lukiskan agar bisa dinikmati bersama ...
Bersama semua yang ikut bahagia dengan lukisan pelangi kita ...
Bersama semua yang bisa menerima segala warna yang ada ...
Bersama semua yang bisa menerima perbedaan warna pelangi kita ...

Pelangi kita ...
Tidak memaksa semua mata untuk harus menatapnya.
Pelangi kita ...
Memberikan kebebasan untuk berpaling darinya.
Pelangi kita ...
Terlalu indah untuk dirusak dengan tatapan yang menghina.

Pelangi kita ...
Berbeda, namun nyata.


180112

Sepatu kaca


Ingatkah akan cerita dongeng indah,
tentang seorang puteri dan sepatu kaca?
Cinderella ...


Namun ...
Aku tidak ingin menjadi Cinderella.
Walaupun mataku berbinar setiap kali melihat sepatu kacanya.

Hari ini aku tiba-tiba teringat tentang kisah itu.
Mirip dengan apa yang aku lihat sehari-hari.
Mirip, tetapi tidak sama.

Sepatu kaca Cinderella, mengingatkanku akan sesuatu,
sebuah keindahan yang membalut sesuatu yang menyedihkan.
Keindahan yang membantu sang puteri mencapai impiannya, mengejar cintanya.

Cinderella bisa berbalut segala keindahan hanya sebatas
perjamuan makan malam.
Dan dia harus melepas sepatu kacanya, tepat tengah malam
sebelum dia kembali menjadi dirinya sendiri.

Cinderella-ku, juga berbalut sepatu kaca indah bertabur
kesempurnaan dan kebahagiaan ...
Sepatu kaca yang membuat orang melirik penuh iri ...
Sepatu kaca yang membuat orang menatap penuh damba ...
Sepatu kaca yang membuat orang juga ingin memakainya ...

Cinderella-ku, mengenakan sepatu kacanya,
dengan rapi dan sempurna ...
Menutup kaki rapuhnya.
Seolah ...
Menutup segala luka yang tertoreh di batinnya ...
Menutup suara tangis yang dia isakkan di sudut hatinya ...
Menutup beragam kehancuran yang telah terjadi padanya ...

Cinderella-ku, sempat membuatku juga merasa
betapa tak adilnya hidup ini padaku ...
Sempat membuatku merasa terpuruk akibat pesona sepatu kacanya ...
Sempat membuatku merasa lebih baik kututup buku cerita ini,
dan mulai membuka buku dengan kisah yang lain.
Kisah tanpa sepatu kaca.

Mengapa?

Karena ...
Kadang Cinderella-ku lupa ...
Bahwa sepatu kaca yang dia kenakan hanya sementara.
Hanya suatu alat untuk mencapai impiannya.
Kadang Cinderella-ku lupa ...
Lupa bercermin pada saat mengenakannya,
dan lupa bercermin kembali saat menanggalkannya.
Hingga dia mulai lupa bahwa sepatu kaca yang dia kenakan,
hanya impian, bukan kenyataan.

Hingga Cinderella-ku tega, menorehkan luka

Cinderella-ku,tak hanya satu.
Namun aku berharap,
Cinderella-ku tak bertambah banyak.

Aku merasa kasihan pada Cinderella-ku ...
Yang harus menanggalkan sepatu kacanya saat tenggelamnya sang surya.
Dan kembali pada segala kerapuhannya ...
Kembali pada hal yang dia benci.

Aku tidak ingin menjadi Cinderella
Aku hanya ingin menjalani hidupku ...
Bersama orang-orang terkasihku ...
Dengan mengenakan sepatuku sendiri,
yang bebas kukenakan dan kutanggalkan kapan saja kumau.
Sepatuku sendiri, yang nyaman ...
Walau tidak indah dan tidak terbuat dari kaca.

Karenanya, aku tak ingin menjadi Cinderella.

180112

Selasa, 17 Januari 2012

Malaikat Tak Bersayap


Tuhan, jangan marah padaku ....
Karena aku menculik malaikat-Mu.

Kau mengirimkannya untukku,
saat aku sedang terpuruk dalam kubangan luka.
Saat aku merasa tak ada asa yang tersisa.
Kau menghadirkannya.

Setiap hari,
perlahan namun pasti ...
Dia menarikku dari semua kekelaman itu.
Perlahan namun pasti ...
Dia menggantikan warna hitam dengan warna lain,
yang cerah, indah dan hangat.
Setiap hari,
perlahan namun pasti ...
Dia menambahkan satu warna yang baru,
hingga tanpa terasa, aku memiliki pelangi.

Malaikatku Tak Bersayap.
Dia mengangkatku dengan tangannya ...
Mengajakku berkelana dengan pikirannya ...
Berjalan di sampingku dengan kakinya ...
Dia sama dan serupa denganku.

Aku tahu Kau yang mengirimkannya Tuhan ...
Dengan cara-Mu yang ajaib.
Kau tidak mau aku ketakutan dengan malaikat-Mu,
makanya Kau kirimkan seorang Malaikat Tak Bersayap.
Kau mau aku nyaman menerimanya, karena dia serupa denganku.
Kau mau aku membiarkannya memperbaharui hidupku,
tanpa ku rasa ada jarak dengannya.

Tuhan jangan marah padaku ...
Namun aku ingin Malaikatmu tetap di sini,
tetap ada di sisiku.
Biarlah Kau ciptakan malaikat lainnya untuk memenuhi Surga.
Tapi biarkanlah yang satu ini,
tinggal di dunia, menemaniku.
Hingga tiba saatnya aku kembali pada-Mu.
Aku berjanji, pada saat itu, aku akan bersamanya,
menghadap-Mu.


Untukmu, Malaikat Tak Bersayap-ku.

170112

Hatiku Baik-baik Saja

Hatiku baik-baik saja.
Mengapa kau bertanya?
Mengapa kau cemas?
Mengapa kau tak percaya?

Apakah tak terlihat senyum di wajahku?
Apakah tak nampak binar cerah di mataku?
Apakah tak kau dengar nada ceria dalam tawaku?
Hatiku baik-baik saja.

Hatiku baik-baik saja.
Karena aku tahu,
di setiap helaan nafasmu kau selalu memikirkanku.
Karena aku tahu,
di setiap detak jantungmu kau selalu merindukanku.
Karena aku tahu,
di setiap doamu, kau sebut namaku.
Karena aku tahu,
kau akan melakukan apapun untuk membuatku bahagia.

Hatiku baik-baik saja,
selama kau selalu ada di dalamnya ...
Memenuhi tiap sudutnya dengan kasih sayangmu ...
Menjaganya tetap hangat dengan cintamu ...
Merengkuhnya tetap utuh dengan segenap  jiwamu ...

Karena engkaulah, maka hatiku baik-baik saja.
Hari ini, esok dan selamanya.

170112

Senin, 16 Januari 2012

Tarian Malam

Tarian malam ...
Lembut menggoda.
Dalam hening dan rinai hujan ...
Diam tanpa suara.
Hanya desah nafas dan gemerisik perlahan.
Namun semuanya,
seolah sedang berceritera sejuta kata.

Tarian malam ...
Menyanyi dalam keheniangannya.
Lagu cinta terindah yang berasal
dari sudut hati yang terdalam.

Tarian malam ...
Saat jemari menari, menelusuri lekuk tubuh yang mendamba
Saat bibir menyapu, relung jiwa tercekat
Saat peluk merengkuh, disambut raga yang mulai membara

Tarian malam ...
Perlahan namun pasti.
Memasuki kehangatan yang dirindukan.
Mulai bergerak seiring irama jiwa dan liukan raga
Saat sukma serasa terbang ...
Terbang bebas dan jauh tinggi ...
Lalu terhempas lagi ...
Terbang dan terhempas lagi ...

Tarian malam ...
Menjadi penuh jiwa...
Saat peluh mulai meyapa ...
Saat nafas memburu merubah desah,
menjadi teriak penuh bahagia ....
Mengiringi bara cinta yang tertumpah pada pelabuhannya.
Mengiringi melunglainya dua raga, penuh damba saling merengkuh ...
Seolah tak ingin semua ini berakhir,
seolah ingin terus mengulangi, tarian malam.

Tarian malam ...

Aku Kehilanganmu


Aku kehilanganmu ....
Saat aku belum mengenalmu.
Saat aku belum menyadari kehadiranmu.
Saat aku belum siap menerima dirimu.

Aku kehilanganmu ...
Saat aku tahu, bahwa adalah suatu kemustahilan untuk mempertahankanmu.
Saat aku tahu, kau bukan sepenuhnya hakku.
Saat aku tahu, bahwa keinginanku memilikimu hanya semata egoku belaka.

Aku kehilanganmu ...
Saat aku belum sempat berucap aku mencintaimu.
Saat aku belum sempat merawatmu.
Saat aku belum sempat menjaga dan melindungimu.

Aku kehilanganmu ...
Dan aku merasa terkoyak.
Dan aku merasa hancur.
Dan aku merasa tak berguna.

Aku kehilanganmu ...
Dan aku tak mampu membendung air mataku
Aku kehilanganmu ...
Kehilangan sebagian dari cintaku
Aku kehilanganmu ...

Sungguh, aku kehilanganmu.
Tak mampu kuhilangkan rasa itu.
Terpatri jelas dalam perihnya luka hatiku.
Walau jujur, akupun tak tahu ...
Perasaan apakah yang seharusnya kupunya.
Namun aku sangat kehilanganmu.

Dan aku menangis saat kehilanganmu.


Painfull Saturday, saat aku mengingatmu.

Suatu Hari Untukmu

Aku ingin menjadi pagi untukmu,
Mencintaimu dengan penuh setia dari hari ke hari.
Menantimu tanpa batas waktu.
Menunggu cintamu menyapa.
Mengharap segera mendengar merdunya tawamu.
Menantimu merengkuhku dalam dekapanmu.
Menebarkan bahagia dan tawa ketika bersamamu.
Karena ...
mencintai pagi adalah seperti mencintaimu.
Tak pernah ada keraguan melintas sedikitpun.



Aku juga ingin menjadi siang untukmu.
Dimana teriknya sang surya akan terlindungi,
hanya dengan teduhnya tatapan matamu.
Karena aku tahu ...
Itulah caramu mencintaiku dengan segala ketulusanmu.
Caramu meredakan segala kegalauanku.
Caramu menentramkan segala gejolak jiwaku.
caramu membuatku mengerti,
agar kita dapat saling merelakan dan saling melepaskan,
setelah sang surya tenggelam dan kita masing-masing harus kembali,
ke tempat kita.

Terlebih dari semua rasaku,
aku ingin menjadi malam untukmu.
Malam, dimana kita dapat berlabuh di peraduan yang sama ...
Malam, dimana bersamanya kita berbagi belai dan desah cinta ...
Malam, dimana kita berdua terbaring bahagia setelah melepas rasa ...
Dimana aku, dan hanya akulah yang berada di eratnya dekapanmu.
Menikmati desah lembut napasmu, saat hadirku menghiasi mimpimu.

Di setiap doaku,
terselip ucap, semoga ....
dapat aku segera menjadi malammu.
Dalam setiap asaku,
hanya satu yang kuinginkan ...
agar kau juga segera menjadi malamku.

Karena seperti itulah aku mencintaimu ...
Seperti kesetiaan sang surya mengadirkan pagi, siang dan malam.
Terus tanpa henti, sampai dunia berhenti berputar.


Suatu hari dalam hidupku akan ada kamu di sisiku, selamanya.
160112

Puisi Tanpa Judul



Tiap hari aku jatuh cinta,
melebihi seluruh cinta yang kupunya,
mengalahkan semua rasa yang ada.
Aku jatuh cinta kepadamu.




Dan ...
Mencintaimu adalah bahagia yang tak terencana.
Hari-hari bersamamu tak butuh rencana-rencana untuk bahagia.

Bahagia itu datang begitu saja, seperti memang sudah seharusnya.

Cinta mungkin memang bukan perjalanan,
karena ia tak berjarak.
Sama seperti aku denganmu, tak berjarak.
Sebentangan laut bernama rindu,
itulah jarak aku ke hatimu.

Saat galau menyapaku,
peluklah aku sebentar saja...
Biarkan aku tenang seperti laut tanpa gelombang.
Dan jadilah kamu pantaiku ...
tempat jiwaku merebah tanpa takut.
Sekarang dan selamanya,
sampai maut datang memisahkan kita.

 

160112

Bersamamu

Bersamamu ...
Ada rasa rindu yang tak pernah usai.
Ada senyum ceria yang senantiasa
merekah di bibir.
Ada binar mata bahagia yang berkilau abadi
laksana keabadian berlian.
Dan ada cerita yang tak pernah usang ditelan waktu.




Bahkan ...
Hadirmu mampu meluruhkan segala kegelisahan,
yang bersemayam
Hadirmu mampu menepikan segala galau,
yang tersisa di sudut hati.
Hadirmu mampu memberikan kehangatan,
yang nyaman menyelimuti jiwa.

Bersamamu ....
Aku menemukan arti hidupku.
Aku menemukan kembali nada-nada indah dalam jalinan tawa.
Aku menemukan warna dalam pelangiku.

Bahkan ....
Saat kau tak di sini,
tahukah kamu ...
Aku masih di sini,
tertegun menatap gumpalan awan senja.
Berharap melihat warna pelangi,
seperti semua warna yang selalu kau bawa melalui hadirmu.

Bersamamu, dan selalu bersamamu.

160112

Sabtu, 14 Januari 2012

Air Mata



Mengalir begitu saja, tanpa dapat dibendung.
Saat sang pemilik sedih ....
Terluka ....
Terharu ...
Atau bahkan bahagia.




Bening, tanpa warna.
Indah, tapi menyakitkan.
Seolah ingin menceritakan bahwa dirinya menandakan sesuatu yang sebenarnya,
tanpa pura-pura, bukan rekayasa.

Mengalir untuk melepaskan gumpalan perasaan yang menyesakkan dada.
Mengalir untuk memberikan kelegaan.
Walau kadang ada pula yang mampu mengalirkannya sebagai suatu dusta ...
Hanya sekedar berpura-pura untuk merekayasa.
Namun bukan itu tujuan air mata tercipta.

Saat terlanjur mengalir ...
ada perasaan yang tak mungkin terlupa.
Sama seperti sang air mata, yang tak mungkin ditarik kembali ...
Demikian pula perasaan yang mengiringinya, tak mungkin terhapuskan.
Tak mungkin terlupakan ....
Saat terlanjur mengalir ...
maka semuanya tak akan lagi sama.


140112

Apa Arti Menjadi Seorang Kekasih

                                                                                        inspired by Chicken Soup For The Couple's Soul

Apa arti menjadi seorang kekasih?
Menjadi kekasih mempunyai makna yang jauh lebih dalam daripada sekedar
menikah atau bercinta dengan seseorang.
Berjuta-juta orang menikah ...
Berjuta-juta orang bercinta ...
Tetapi hanya sedikit yang benar-benar saling mengasihi.

Untuk menjadi kekasih sejati, kita harus bersungguh-sungguh
dan berpartisipasi dalam setiap tarian kemesraan bersama pasangan kita.
Kamu seorang kekasih bila manganggap pasanganmu
sebagai anugerah, dan mensyukuri anugerah tersebut setiap hari.
Kamu seorang kekasih apabila ingat bahwa pasanganmu
bukan milikmu, bahwa dia hanyalah pinjaman dari alam semesta.
Kamu seorang kekasih apabila menyadari bahwa apapun yang terjadi
di antara kalian berdua selalu mempunyai makna,
bahwa apapun yang Anda katakan mempunyai potensi untuk membuat kekasihmu
sedih atau gembira ...
Dan bahwa apapun yang kamu lakukan bisa mempererat atau justru merenggangkan
hubunganmu dengannya.

Kamu seorang kekasih bila memahami semua ini,
dan karenanya setiap pagi kamu bangun dengan perasaan syukur,
sebab dikaruniai satu hari lagi untuk mencintai dan menikmati kebersamaan
dengan pasanganmu.

Bila kamu mempunyai seorang kekasih dalam hidupmu,
Kamu sungguh dikaruniai berkat melimpah.
Kamu diberi anugerah dalam wujud seseorang yang memilih menjadi pendampingmu.
Dia akan menikmati siang dan malam bersamamu ...
Dia akan berbagi dan ikut menanggung bebanmu ...
Kekasih Anda akan melihat sudut-sudut rahasiamu,
yang tidak dilihat orang lain.
Kekasihmu akan menarikmu dari sudut tergelap,
dan menciptakan pelabuhan teduh bagimu dalam pelukan lengannya,
yang aman dan penuh cinta.

Setiap hari, kekasihmu menawarkan keajaiban berlimpah kepadamu.
Dia mempunyai kekuatan untuk membuatmu senang dengan senyumnya,
suaranya, belaian tangannya, pelukan hangatnya, kecupan mesranya, serta semua gerak geriknya.
Dia mempunyai kekuatan untuk melenyapkan kesepian dan kesedihanmu.
Dia mempunyai kekuatan untuk mengubah segala hal yang biasa-biasa saja,
menjadi sesuatu yang indah dan luar biasa menajubkan.
Dia mampu menciptakan surga ...
di sini, di dunia.


Seperti itukah aku bagimu? Karena demikianlah yang aku rasakan tentangmu.


140112

Putri Kecilku

Menyelinap sejenak di suatu siang ...
Lalu kita menghabiskan waktu di tengah-tengah kesibukanku.
Hanya sesaat untuk menikmati nikmatnya santap siang bersama.
Hanya sesaat menikmati kemanjaanmu.
Hanya sesaat memanfaatkan waktu untuk  membuatmu tersenyum.
Hanya sesaat, namun aku sangat menikmatinya.
Aku berharap engkau juga menikmatinya, Putri Kecilku.

Saat ini kau mungkin bertanya kenapa aku tak mungkin ada di sampingmu sepanjang waktu.
Mengapa tak bisa kau lewatkan setiap detik bersamaku.
Mengapa tak bisa kau lakukan semua aktivitasmu bersamaku.
Mengapa seringkali kau terlelap tidur tanpa pelukanku.

Saat ini, walaupun enggan, namun inilah yang mampu aku lakukan ...
Untuk menunjukkan betapa aku mencintaimu.
Inilah yang aku lakukan untuk memastikan masa depan cerah yang akan menjadi milikmu.
Inilah yang aku lakukan untuk kita.

Saat kau beranjak dewasa, aku ingin kau tahu ...
Tak jarang aku lakukan ini dengan berurai air mata.
Karena sama sepertimu, akupun enggan berpisah denganmu ...
Enggan melewatkan semua kelucuan, kemanjaan bahkan kenakalanmu.
Aku ingin selalu bersamamu.
Namun karena aku sangat mencintaimu, maka aku harus melakukan segala yang aku mampu ...
Sekuat tenagaku ...
Dan mengalahkan semua keinginan pribadiku.

Aku sangat mencintaimu, Putri Kecilku.
Selamanya ...


140112

Kamis, 12 Januari 2012

Bercerminlah



Mulut kita, mudah berkata-kata yang bijak dan enak di dengar....
Namun hati dan tingkah laku kita kadang tidak sejalan.
Memang kata-kata bentuknya bias, tak kasat mata ...
Namun sering terekam kuat dalam benak dan hati yang mendengar.
Maka dari itu, bercerminlah sebelum berkata-kata.
Agar senantiasa kita meninggalkan kenangan indah bagi sesama.

Jari kita, mudah menunjuk pada suatu hal yang tidak benar ...
Namun hati dan tingkah laku kita kadang tak layak pula.
Memang tudingan hanya sekejap terjadi ...
Namun bekas rasa sakitnya akan tersimpan lama.
Dalam dan meninggalkan bekas luka.
Maka dari itu, bercerminlah sebelum menudingkan jari kita.
Agar tak perlu kita menggoreskan luka pada sesama.

Bercerminlah senantiasa sebelum bertindak ...
Karena kita semua hanyalah manusia biasa,
sesosok makhluk yang tidak sempurna ...
yang tidak pernah luput dari salah dan dosa.
Bercerminlah sebelum bertindak ...
Agar ketidaksempurnaan kita, bisa saling melengkapi,
hidup berdampingan dalam indahnya perbedaan.

Selamat pagi, selamat menikmati indahnya hidup. Tuhan Berkati.
12-1-12

Minggu, 08 Januari 2012

Tetanggaku dan Sendal Jepit Suaminya

Sebagai perempuan yang bekerja, jarang sekali aku melakukan tugas ini: belanja di tukang sayur keliling.  Hari ini aku mendapat kesempatan langka itu. Pada saat aku keluar rumah dan bergabung dengan ibu-ibu lainnya mengelilingi si Tukang Sayur, tanpa sengaja telingaku menangkap percakapan yang lucu. Percakapan antara dua orang tetanggaku. Mata dan tanganku sibuk memilah-milah dagangan di gerobak si Tukang Sayur, tapi telingaku yang sudah terlanjur tergoda oleh sepenggal kisah dari tetanggaku, memaksa untuk mencari tahu kelanjutan ceritanya.
Sendal jepit. Itulah topik yang sedang dibicarakan kedua tetanggaku. Namun yang menarik dan menggoda rasa ingin tahuku bukan mengenai sendal jepitnya, melainkan makna sebenarnya dari kisah si alas kaki ini.
Berawal dari perhatian dan rasa sayang seorang istri, yang bermaksud disampaikan secara diam-diam kepada suaminya. Melihat sendal jepit sang suami yang sudah lusuh dan jelek, si istri membeli sepasang sendal jepit merk ternama yang  terbilang cukup mahal. Lalu diam-diam diletakkan di rak sepatu mereka, dan sendal jepit lusuh itu dia berikan kepada tukang kebun yang dia lihat pada saat itu bertelanjang kaki kemana-mana. Bukan ucapan terima kasih yang dia terima, melainkan keributan yang cukup heboh di pagi hari. Sang suami bersikeras mencari dan menghendaki sendal jepit lamanya kembali.
Sambil bersungut-sungut si istri bercerita kepada tetangganya alasan mengapa sang suami ngotot menginginkan sendalnya kembali. Si tetangga menanyakan, alasan si istri mengganti sandal tersebut. “Sudah buluk, nggak enak di lihat.” Lalu dengan entengnya sang suami berkata “Nggak semua yang udah lama dan nggak secantik barang baru, harus diganti dengan yang enak dilihat. Ini baru sandalku kamu ganti, kalo nanti aku udah nggak enak dilihat, apa iya mau kamu ganti juga?” Bukannya bersimpati, si tetangga menyambut cerita ini dengan tertawa berkepanjangan, yang memancingku juga turut tersenyum simpul.
Kadang bagi kita, khususnya kaum perempuan, penampilan merupakan faktor utama. Banyak dari kita yang rela repot dan bersusah payah demi menjaga penampilan. Mulai dari cara alami yang memerlukan proses (seperti aerobik, fitness, pilates dll) sampai cara instan (slimming wrap, liposuction, botox, dll). Tak jarang proses tersebut mahal dan menyakitkan.
Bagi yang sudah bersuami, alasannya adalah sebagai salah satu upaya untuk menjaga keutuhan rumah tangga, agar suaminya tidak tergoda dengan yang lain. Bagi yang masih sendiri, alasan adalah untuk menarik perhatian lawan jenisnya. Bagi perempuan bekerja, menjaga penampilan termasuk salah satu faktor penunjang karirnya. Karena bukan rahasia lagi, di dunia kerja, apalagi bagi mereka yang bergerak di bidang pemasaran seperti aku, penampilan merupakan salah satu value added. Namun tidak hanya para perempuan bekerja, para ibu rumah tangga yang nota bene tidak bekerja kantoran, justru tidak jarang lebih bekerja keras menjaga penampilan, supaya para suami yang bekerja di kantoran, tidak melirikkan matanya pada rekan-rekan sejawatnya yang berpenampilan modis dan manis.
Aku termasuk orang yang sangat memperhatikan penampilan. Pantang keluar rumah kalau tidak matching. Sebenarnya awalnya hanya kebiasaan, namun lama-lama menjadi semacam kewajiban. Aneh rasanya kalau tampil sembarangan. Ini mempengaruhi mood seharian. Rasa percaya diri bisa drop apabila tidak dress up dengan baik. Mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki, harus sempurna tertata rapi. Alasan apa yang membuatku jadi begini? Tidak ada. Hanya merasa puas kalau bisa tampil chic.
Tapi kalimat dari sang suami tadi sedikit banyak membuat aku berpikir, kadang hanya kita pribadi yang terlalu mempersoalkan penampilan kita. Orang-orang di sekeliling kita belum tentu beranggapan yang sama. Masih banyak orang yang lebih mementingkan fungsi daripada penampilan. Percakapan ringan yang kudengar hari ini cukup menghibur dan mengingatkanku, bahwa tetap saja kita memiliki cara pandang yang berbeda-beda dan tidak perlu dipersoalkan. Mungkin aku harus lebih sering ikut belanja bersama para ibu di lingkunganku. Mungkin lain hari akan ada cerita lain lagi yang mereka bagikan. Atau bukannya tidak mungkin justru aku suatu saat yang akan membagikan ceritaku pada mereka.
Berbagi. Tidak harus dilakukan secara serius. Bisa lebih mengena apabila dilakukan secara santai. Mungkin makna cerita si sendal jepit akan diartikan berbeda bagi para pendengar yang lain. Tidak masalah, setiap orang boleh punya penafsiran yang berbeda-beda. Kita bebas menyarikan suatu cerita yang kita dengar dan menyimpulkan hal positif yang terkandung di dalam cerita tersebut.

Have a nice weekend. God Bless.

Jumat, 06 Januari 2012

Duri



Mudah mengawali tulisan ini karena aku rasa semua orang tahu bagaimana rasanya tertusuk duri. Mengejutkan, menyengat dan meninggalkan luka.
Duri, bentuknya relatif kecil namun tajam. Manfaat dari duri adalah untuk melindungi bagian rapuh dari benda yang ditutupinya dari gangguan dan serangan apapun. Bentuk perlindungannya adalah dengan menimbulkan rasa sakit bagi yang mencoba mengusik, supaya mengurungkan niatnya untuk mengganggu atau merusak.
Seringkali yang tertusuk duri adalah anggota badan kita yang memang sering kita gunakan untuk menyentuh beraneka ragam benda, seperti tangan dan kaki. Anggota badan yang memiliki cukup pelindung, agar tidak fatal bila terluka. Tetapi tetap saja akan ada luka, atau paling tidak rasa sakit apabila tertusuk duri.
Sejenak aku teringat ungkapan “hati rasanya bagai tertusuk duri” . Lalu terbayang, organ tubuh lembut itu, dan duri tajam yang mengenainya. Nyeri. Ungkapan ini rasanya tepat untuk menggambarkan rasa sakitnya.
Lalu terbayang ungkapan lain “duri dalam daging”. Terbayang pula apabila dalam daging kita ada sebuah duri. Pasti sangat tidak nyaman dan cenderung membuat luka bagi kita. Lagi-lagi ungkapan ini mengungkapkan tentang rasa sakit.
Sejenak terpikir olehku tentang rasa sakit yang ditimbulkan dari orang-orang, bahkan kadang teman atau keluarga. Sering aku tidak mengerti apa maksud mereka sebenarnya.Mengapa mereka menyakiti kita? Lalu terpikir olehku tentang DURI.  Awalnya yang mereka lakukan itu mungkin bukan duri, hanya semacam sampul atau pembungkus untuk menutupi sesuatu yang tak ingin di tampilkan. Sesuatu yang rapuh dan menandakan kelemahan. Namun, ketika gengsi dan harga diri pemiliknya terusik, sampul tersebut berubah menjadi duri, yang mampu menyakiti siapapun yang bermaksud mengusik kerapuhannya. Dan duri ini kadang tidak hanya diam ditempatnya, namun seringkali disebarluaskan untuk membuat semacam jaring pengaman. Semakin luas duri ini ditebarkan, semakin kecil dan tak berdayalah sosok yang bersembunyi di baliknya.
Kadang adapula yang bangga menjadi “duri” dalam lingkungan pergaulan. Bangga ketika bisa menyaksikan orang yang tak disukainya menderita rasa sakit. Semakin bangga ketika lawannya terpuruk, dan semakin tak mengenal ampun menusuknya. Tapi pernahkah terpikir, bagaimana bila rasa yang sama juga dideritanya?
Pernahkah terpikir, mengapa Tuhan menciptakan tumbuhan berduri? Dan pernahkan terpikir mengapa Tuhan tidak menciptakan manusia berduri? Tumbuhan kadang perlu melindungi bagian terapuhnya dengan kekerasan. Karena itulah mereka berduri. Tapi tidak demikian halnya dengan manusia. Manusia lebih mulia, karena manusia memiliki akal budi dan yang terpenting manusia memiliki HATI. Tuhan ingin manusia tidak saling menyakiti dengan tujuan apapun. Apabila ada yang ingin dilindungi, maka Tuhan ingin manusia menggunakan hatinya serta akal budinya.
Aku sudah merasakan, yang namanya tertusuk duri, jauh lebih sakit apabila tertusuk duri dalam arti kiasan. Kalau jari kita yang tertusuk duri, hanya dalam hitungan menit, rasa sakitnya mungkin akan hilang. Tapi tidak apabila hati kita yang tertusuk duri. Perlu waktu bertahun-tahun untuk melupakan rasa sakitnya. Bahkan perlu kebesaran hati untuk memaafkan pembuat sakitnya.
Jadi, untuk apa kita menebarkan duri di sekeliling kita? Ingatlah bahwa Tuhan tidak ingin kita saling menyakiti, makanya Dia tidak menciptakan manusia berduri.

Selamat menikmati sejuknya sore ini. Tuhan Berkati
06012012

Hujan

Aku menyukai hujan,
dan semua kesegaran yang mengiringinya ...
Aku menyukai hujan,
dan hawa dingin yang menyelimutinya ...
Aku menyukai hujan,
dan semua suara yang bersenandung bersamanya ...
Aku menyukai hujan,
yang menjanjikan keindahan pelangi,
setelah kehadirannya.
Karena itulah ...
hujan tidak menghalangiku untuk selalu tersenyum.

Rain on Friday, 06012012

Kamis, 05 Januari 2012

Jatuh

Sejenak aku mengangkat kepala dari bacaanku sore ini. Suara putri kecilku pelan, tapi apa yang dikatakannya cukup membuatku terkejut. “ Mama, aku jatuh.”
Aku melihat ada darah dan banyak goresan luka di kaki mungilnya. Sebagai seorang ibu, perasaanku langsung terluka. Menyayangkan mengapa hal ini terjadi. Aku tahu, tak mungkin menjaga dan mengawasinya sepanjang waktu. Dan aku juga tahu, aku harus membesarkan hatinya, supaya pengalamannya terjatuh dari sepeda sore ini tidak menjadikannya trauma dan terus mau melanjutkan belajarnya. Sementara aku sedang berpikir kata apa yang akan aku ucapkan, berhati-hati supaya dia tetap berani, tiba-tiba dengan suara ceria dia melanjutkan “ Sudah ya Ma, aku cuma kasih tau Mama. Sekarang aku mau main lagi. Daahh...” Cepat sekali dia mengatasinya.
Ada banyak cara kita memandang “jatuh”. Baik itu terjadi pada diri kita, atau pada orang-orang yang kita cintai. Bukan rasa sakit dan luka sebenarnya yang menjadi landasan kekuatiran kita, melainkan bagaimana kita selanjutnya setelah “jatuh”. Atau terkadang kita justru sibuk menyesali kenapa dan karena apa kita bisa “jatuh”.
Begitupun dalam perjalanan kita mengejar kesuksesan, tidak jarang kita harus jatuh. Namun pelajaran dasar dari mengejar kesuksesan adalah belajar bagaimana jatuh tanpa terluka. Untuk naik ke atas kadang kita harus merangkak, bahkan jatuh terlebih dahulu. Namun jangan kita menghindari jatuh, karena jatuh mengajarkan kita banyak hal: memberi kita pengalaman bagaimana cara memulai dengan lebih baik, menempa karakter kita agar kita tidak mudah menyerah, mengingatkan kita akan kuasa Tuhan dan tidak mencoba mengerjakan segala sesuatu dengan kekuatan kita sendiri, serta yang terpenting adalah membuat kita tidak sombong saat berada di puncak.
Kita harus mampu kembali bangkit sesaat setelah kita jatuh. Seperti anak kecil yang selalu bangkit lagi setelah terjatuh dari sepedanya. Mengalahkan rasa takut akan rasa sakit setelah jatuh, mengalahkan rasa malu saat terjatuh dengan keinginan yang kuat untuk dapat melaju mengendarai sepeda mungilnya. Melaju menikmati terpaan angin di wajah mereka, diiringi gelak tawa kebahagiaan.