Rabu, 18 Januari 2012

Sepatu kaca


Ingatkah akan cerita dongeng indah,
tentang seorang puteri dan sepatu kaca?
Cinderella ...


Namun ...
Aku tidak ingin menjadi Cinderella.
Walaupun mataku berbinar setiap kali melihat sepatu kacanya.

Hari ini aku tiba-tiba teringat tentang kisah itu.
Mirip dengan apa yang aku lihat sehari-hari.
Mirip, tetapi tidak sama.

Sepatu kaca Cinderella, mengingatkanku akan sesuatu,
sebuah keindahan yang membalut sesuatu yang menyedihkan.
Keindahan yang membantu sang puteri mencapai impiannya, mengejar cintanya.

Cinderella bisa berbalut segala keindahan hanya sebatas
perjamuan makan malam.
Dan dia harus melepas sepatu kacanya, tepat tengah malam
sebelum dia kembali menjadi dirinya sendiri.

Cinderella-ku, juga berbalut sepatu kaca indah bertabur
kesempurnaan dan kebahagiaan ...
Sepatu kaca yang membuat orang melirik penuh iri ...
Sepatu kaca yang membuat orang menatap penuh damba ...
Sepatu kaca yang membuat orang juga ingin memakainya ...

Cinderella-ku, mengenakan sepatu kacanya,
dengan rapi dan sempurna ...
Menutup kaki rapuhnya.
Seolah ...
Menutup segala luka yang tertoreh di batinnya ...
Menutup suara tangis yang dia isakkan di sudut hatinya ...
Menutup beragam kehancuran yang telah terjadi padanya ...

Cinderella-ku, sempat membuatku juga merasa
betapa tak adilnya hidup ini padaku ...
Sempat membuatku merasa terpuruk akibat pesona sepatu kacanya ...
Sempat membuatku merasa lebih baik kututup buku cerita ini,
dan mulai membuka buku dengan kisah yang lain.
Kisah tanpa sepatu kaca.

Mengapa?

Karena ...
Kadang Cinderella-ku lupa ...
Bahwa sepatu kaca yang dia kenakan hanya sementara.
Hanya suatu alat untuk mencapai impiannya.
Kadang Cinderella-ku lupa ...
Lupa bercermin pada saat mengenakannya,
dan lupa bercermin kembali saat menanggalkannya.
Hingga dia mulai lupa bahwa sepatu kaca yang dia kenakan,
hanya impian, bukan kenyataan.

Hingga Cinderella-ku tega, menorehkan luka

Cinderella-ku,tak hanya satu.
Namun aku berharap,
Cinderella-ku tak bertambah banyak.

Aku merasa kasihan pada Cinderella-ku ...
Yang harus menanggalkan sepatu kacanya saat tenggelamnya sang surya.
Dan kembali pada segala kerapuhannya ...
Kembali pada hal yang dia benci.

Aku tidak ingin menjadi Cinderella
Aku hanya ingin menjalani hidupku ...
Bersama orang-orang terkasihku ...
Dengan mengenakan sepatuku sendiri,
yang bebas kukenakan dan kutanggalkan kapan saja kumau.
Sepatuku sendiri, yang nyaman ...
Walau tidak indah dan tidak terbuat dari kaca.

Karenanya, aku tak ingin menjadi Cinderella.

180112

Tidak ada komentar:

Posting Komentar