Kamis, 05 Januari 2012

Sepatu



Aku sangat menyukai sepatu. Dan aku juga sangat menyukai analogi ini:
Belahan jiwa seperti sepasang sepatu. Walau bentuknya senada, tapi tak pernah sama. Saat berjalan tak pernah berdampingan, tapi tujuannya tetap sama. Saling melengkapi, tak pernah bisa ganti posisi. Selalu sederajat, tak ada yang lebih tinggi dan tak ada yang lebih rendah. Bila yang satu hilang, yang lain tidak memiliki arti lagi.
Perlu proses untuk mencari sepasang sepatu yang pas. Sepasang sepatu yang tidak terlalu longgar dan tidak terlalu sempit. Karena jalan yang berlubang, berliku dan terjal hanya akan terasa mudah dilalui dengan sepasang sepatu yang pas. Sama halnya dengan aku. Aku akan mampu melalui perjalanan hidupku yang tak selalu mulus bila berdampingan dengan kamu. Karena aku telah melalui proses itu. Proses mencari pasangan dari “sepatu”ku. Proses menemukan kamu.
Aku dan kamu, sama seperti sepasang sepatu. Mana mungkin aku melangkah dengan hanya mengenakan sebelah sepatu? Bagaimana aku menjalani hariku? Selalu aku membutuhkan sebelahnya lagi, agar jalanku seimbang dan tidak terseok-seok. Begitupun aku membutuhkan kamu. Menyeimbangkan langkahku. Menapaki perjalanan hidup kita, saling berdampingan dan selalu sejajar. Saling menopang saat salah satu dari kita menapak di jalan yang berlubang, agar tidak terjatuh.


050112

Tidak ada komentar:

Posting Komentar