Semua orang memiliki batas kesabaran.
Pada saat batas tersebut masih jauh, mungkin kita masih bisa tersenyum melihat dan menerima perlakuan yang tidak pada tempatnya.
Sayang, kadang senyum kita disalahartikan, seolah kita "baik-baik saja" dengan perlakuan tersebut dan masih bisa menerima kapanpun perlakuan tersebut diulang.
Apakah kita harus tetap diam atas nama sabar dan tetap tersenyum?
Bagaimana kalau kesabaran kita sudah di ambang batas?
Pada saat batas tersebut terlewati, apakah kita tetap akan dibenarkan kalau kita meluapkan emosi kita dengan kalimat atau tindakan? Atau justru kita akan dituding sebagai manusia yang tidak bisa mengendalikan emosi dan tidak menggunakan logika?
Kita memang harus bersabar dan mengendalikan emosi. Tapi bagaimanakah dengan orang lain yang terus mempermainkan emosi kita? Mengulanginya lagi dan lagi setiap kali ada kesempatan. Mempersoalkan hal yang tidak penting semata demi menutupi kesalahannya? Mengganggap bahwa kita seolah juga melakukan kesalahan yang serupa dengannya, sehingga dia merasa seperti berkaca, melihat bayangan yang buruk sehingga merasa perlu memecahkan kaca itu?
Hal ini sering terjadi. Bahkan tanpa kita sadari, kadang kita melakukannya juga. Ingatlah selalu perasaan sakitnya, sehingga kita tidak perlu melakukannya kepada orang lain disekeliling kita. Lebih baik kita menerima luapan kasih sayang daripada luapan emosi. Selalu ingat bahwa senyum tidak selalu berarti menerima. dan selalu ingat, bahwa setiap orang memiliki batas kesabaran (everyone has a limit). Kita harus tahu kapan kita harus berhenti, tanpa menunggu seseorang berteriak enough!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar