Aku ingat, sering aku dengar kalimat itu " Ah, namanya juga anak-anak..." setiap kali aku, pada masa kanak-kanakku yang menakjubkan, melakukan kenakalan. Aku ingat, orang tuaku sering mengatakannya sambil tersenyum dan matanya penuh cinta.
Kalimat ini terdengar biasa saja, karena ini adalah kalimat yang sering kita dengar. Namun, bagi yang mengucapkan, apakah benar kalimat ini terucap dengan penuh keikhlasan? Apakah mengatakan kalimat ini dengan benar-benar memaklumi kenakalan yang baru saja terjadi, yang dilakukan anak-anak? Atau hanya sekedar basa-basi, namun di dalam hatinya masih terdapat segumpal perasaan kesal?
Menjadi orang tua, memang suatu hal yang indah dan manis. Namun juga merupakan hal yang sarat tanggung jawab. Tanggung jawab terhadap masa depan anak kita, dan tanggung jawab kita kepada Tuhan. Karena anak kita, adalah anugrah yang dititipkan Tuhan kepada kita. Titipan yang harus kita didik, rawat dan jaga dengan penuh kebahagiaan dan cinta. Titipan yang menceriakan hidup kita. Walaupun tak jarang, menjadi orang tua berarti juga mengorbankan perasaan dan kesenangan pribadi kita.
Anak, adalah suatu anugrah yang merubah hidup kita dalam sekejap. Dari kehidupan biasa, memasuki sebuah dunia yang menakjubkan, sebagai orang tua.
Anak, dalam pertumbuhannya selalu memberikan kita hal baru yang menakjubkan untuk dipelajari dan disyukuri. Mereka memperkaya wawasan kita melalui kelucuannya, kecerdasannya, keaktifannya, serta tak jarang pula, melalui kenakalannya. Mengajari kita secara tersamar, untuk menjadi suatu pribadi yang dewasa, menjadi orang tua dalam pengertian yang sebenarnya.
Anak, bukan simbol status ...
Anak, harus dicintai dengan tulus, bukan hanya sekedar sesuatu yang dimiliki, dipertahankan, dan dijaga ketat, demi menjaga gengsi dan harga diri.
Tanpa ketulusan mengasihi anak kita, bagaimanakah kita melalui malam-malam tanpa terlelap dan penuh ketegangan saat dia jatuh sakit?
Tanpa ketulusan mengasihi anak kita, bagaimanah kita merelakan waktu istirahat kita setelah bekerja untuk menemaninya bermain atau sekedar mendengarkan celoteh lucunya?
Tanpa ketulusan mengasihi anak kita, bagaimanakah kita bisa mendahulukan keinginan kita dan lebih mengutamakan apa yang mereka mau?
Menjadi orang tua, membutuhkan begitu banyak ketulusan dan pengorbanan. Namun hal ini terasa sangat ringan dan mudah dijalani, karena kita menjalaninya bersama suatu anugrah terbesar dari Tuhan : anak kita.
Betapa kehadiran mereka, mampu menyembuhkan segala letih dan lelah.
Mampu menghangatkan setiap sudut hati kita dengan suara manja dan tawa cerianya.
Mampu membuat kita tertawa dan lupa akan semua beban kita, saat kita tertawa bersama mereka.
Tahukah kamu, bahwa dibalik segala tingkah lakunya, anak-anak kita selalu memiliki satu keinginan kuat : membuat orang tuanya senang. Mereka berusaha sekuat tenaga, hanya untuk mendengar kita tertawa bahagia dan bangga atas usahanya. Mereka berusaha keras dengan logika kanak-kanak mereka, untuk menjadi yang terbaik di mata kita. Karena bagi mereka, kita adalah dunianya.
Karena itulah, tak ada salahnya kalau kita memaafkan ketidaksengajaan kenakalan yang mereka lakukan. Ingatlah bahwa mereka melakukannya tanpa sengaja dan semata-mata hanya karena ingin membuat kita terkesan. Karena itulah, kita harus berkata "Ah, namanya juga anak-anak ..." dengan penuh keikhlasan.
Karena bagi anak-anak, orang tua mereka adalah dunianya ...
20 Januari 2012, suatu pagi saat kamu mematahkan kalung kesayanganku ....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar